Menyambut Pilkada Bermartabat

Opini ini dimuat di Koran Sindo Edisi 7 Desember 2015

0
160

Pilkada serentak 2015 memasuki masa tenang mulai 6 Desember 2015. Pada 9 Desember esok, 269 daerah serentak akan melakukan pencoblosan.
Ini merupakan gelombang pertama pilkada serentak dari tujuh gelombang sampai dengan tahun 2022 (serentak nasional), sebagaimana diatur dalam undangundang. Pilkada kali ini juga menjadi momentum 10 tahun penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
Oleh karena itu, penyelenggaraan kali ini harus dapat meninggalkan legacy demokrasi yang semakin matang sehingga bisa menjadi milestone bagi penyelenggaraan pilkada serentak berikutnya. Pilkada menandai era deliberasi partisipasi rakyat dalam memilih pemimpinnya yang berkembang progresif sejak reformasi. Khusus bagi daerah, sejak otonomi (desentralisasi) semakin kuat menjadi paradigma pembangunan nasional, hal ihwal memilih pemimpin menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kerangka otonomi itu sendiri.
Ia bukan saja penting (important ), tapi sangat mendesak (urgent) bagi maju mundurnya otonomi daerah berdasarkan asumsi bahwa otonomi daerah memerlukan seorang pemimpin yang visioner dan mampu mengembangkan potensi daerah masing-masing. Secara teknis pilkada merupakan sarana sirkulasi (pergantian) kepemimpinan di daerah, namun secara substantif pergantian tersebut menjadi penanda hadirnya harapan baru untuk kemajuan pembangunan di daerah.
Tentu diharapkan akan lahir pemimpin daerah yang kreatif, inovatif, kaya gagasan dan terobosan, serta terampil dalam mengembangkan potensi daerah, termasuk menggerakkan/memotivasi rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pemimpin macam itu hanya bisa lahir dari partai atau perseorangan yang maju dalam kontestasi politik (pilkada) dengan niat yang lurus untuk membangun daerah, mengutamakan kepentingan rakyat, dan memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya. Inilah orientasi pemimpin: bukan pemburu jabatan dan pengambil keuntungan dari kekuasaan, tapi niat mengabdi dan melayani rakyat.
Orientasinya bukan pada atribusi (jabatan), tapi pada gagasan dan tindakan nyata (keteladanan). Jabatan di tangannya semata-mata untuk menghasilkan karya dan kontribusi dan sama sekali bukan untuk dinikmati. Dalam konsepsi manajemen modern, esensi kepemimpinan publik adalah pelayanan sehingga tugas pemimpin yang pertama dan paling utama adalah melayani rakyatnya. Ia sejatinya tidak tepat disebut pejabat atau penguasa tapi pelayan rakyat (khodimu rokhodimu roiyyah).
Di samping itu, pemimpin juga penggaris visi, pemberi teladan, pemberi semangat dan motivasi, pembangun inovasi, penggerak partisipasi, serta pengayom bagi rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin tersebut merupakan antitesis dari corak kepemimpinan yang tidak bervisi, miskin inisiatif dan inovasi, tidak kredibel dan tidak akuntabel. Alih-alih, mengejar kemakmuran daerahnya, pemimpin model ini akan cenderung berambisi memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Model pemimpin terakhir inilah yang disebut free rider atau komprador yang membajak demokrasi untuk memuluskan ambisi pribadinya. Untuk semua tujuan kepemimpinan di atas, keterlibatan elemen politik dalam pilkada harus dipastikan semata-mata untuk turut serta dalam perubahan dan perbaikan daerah dan negeri, sehingga pilkada harus dimaknai sebagai panggilan peran dan tanggung jawab yang lebih luas untuk terlibat dalam perumusan dan implementasi kebijakan publik yang lebih baik.
Dalam konteks tersebut, pilkada haruslah menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan yang dalam agama disebut fastabiqul khairat. Berlombalomba dalam kebaikan memiliki perspektifnya sendiri: bukan untuk saling mengalahkan, tetapi berkompetisi dalam rangka menunjukkan kelebihan dan keunggulan (leverage) dalam kebaikan. Tentu ada kebaikan pada satupihak, danadakebaikanpula di pihak yang lain.
Untuk hal-hal yang baik tersebut, semua pihak seyogianya saling bersinergi dan bekerja sama. Negeri ini terlalu besar untuk dikelola sendiri dan ituimpossible bisa dilakukan di tengah kemajemukan bangsa ini. Bukan saatnya kita menutup diri, eksklusif, dan menjelek-jelekkan lawan politik. Sebaliknya, kita memerlukan iklim politik yang saling membuka diri, merangkul, dan mempersatukan.
Kompetisi dalam pilkada dapat saja berlangsung sengit, namun jangan sampai berujung pada konflik dan gesekan sosial. Seusai pilkada, seluruh entitas politik berikut masa akar rumputnya serta rakyat seluruhnya harus kembali bersatu mengutamakan kepentingan bersama. Bagi para pemimpin yang terpilih secara demokratis, tidak ada jalan kecuali menjaga amanah dengan memberi khidmat dan pelayanan yang terbaik kepada rakyat karena rakyat akan menghukum jika para pemimpin ingkar dan berkinerja buruk.
Salah satu berkah reformasi dan demokratisasi adalah rakyat punya hak untuk menilai dan memutuskan satu partai/seseoranglayakatautaklayakdipilih dalam kontes pemilihan. Bagi partai yang profesional, tentu konsekuensi demokrasi tersebut harus diterima secara terbuka dan bertanggung jawab.
Tidak perlu menutup-nutupi kinerjanya di hadapan rakyat dengan cara-cara manipulatif dan pencitraan karena zaman dan sistem sudah makin terbuka (transparan). Dengan jalan itu, partai memberikan pendidikan politik yang positif bagi publik, di mana publik akan terbiasa dan terbuka memberikanpenilaianberdasarkan kinerja bukan citra belaka.
Yang menjadi pekerjaan rumah para pemimpin di era demokrasi ini adalah bagaimana menjadikan demokrasi makin bermakna: secara prosedural sirkulasi kepemimpinan melalui pemilu/pilkada berjalan normal dan profesional. Sementara itu, secara substansial pemilu/ pilkada berikuthasilnya dapatdipertanggungjawabkan kualitasnya, yakni menghasilkan pemimpin yang mampu menyejahterakan rakyat.
Itu semua hanya bisa diwujudkan dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab dari aktor demokrasi untuk memenuhi asas dan prinsip demokrasi. Pertama, pilkada harus mampu menghadirkan calon berkualitas. Partai politik dan perseorangan sudah semestinya mengusung pasangan calon (paslon) dengan rekam jejak, kompetensi, dankapabilitasyang baik sebagai calon pemimpin daerah. Kedua, paslon berkompetisi dengan jujur dan adil (fairness) serta menjunjung tinggi sportivitas.
Ketiga, proses kampanye dilakukan secara bertanggung jawab: stop kampanye hitam, SARA, money politics, politisasi birokrasi, intimidasi, dan manipulasi suara rakyat. Keempat, rakyat memilih paslon secara sukarela (voluntary) berdasarkan informasi rekam jejak dan komitmen paslon dan bukan dimobilisasi apalagi diimingi materi (transaksional). Jangangadaikan masa depan dengan keuntungan sesaat berupa money politic dan iming-iming materi lainnya.
Kelima, apa pun hasil pilkada, kita berharap semua pihak, terutama para kontestan, mengutamakan kepentingan rakyat. Kepada pemenang harus berkomitmen untuk amanah hadirkan kesejahteraan. Sementara rakyat (pemilih) harus aktif mengawasi dan aktif menagih janji. Jadilah penagih janji yang baik, yang merekam janji-janji kampanye secara baik sebagai bahan evaluasi dan menentukan pilihan pada pilkada berikutnya.
Semua pihak harus beriktikad mewujudkan pilkada yang “luber” dan “jurdil”, menghadirkan suasana kondusif, menghindari konflik, tetapmenjaga persatuan dan kesatuan, karena kita semua sama pada hakikatnya menginginkan yang terbaik untuk negeri ini.
Hanya dengan cara itulah, demokrasi kita makin maju dan bermartabat. Demokrasi menjadi berkah dan menghasilkan kesejahteraan rakyat. Selamat memilih pemimpin 9 Desember mendatang: pilihlah yang terbaik. WallahuaWallahuaalam.

Jazuli Juwaini
Ketua Fraksi PKS DPR

SOURCEKoran Sindo
SHARE
Previous articleMENJADIKAN DEMOKRASI BERMAKNA -Buku
Next articleHari Aspirasi FPKS DPR RI
Dr. H. Jazuli Juwaini, MA Tempat/Tgl Lahir: Bekasi, 2 Maret 1965 Alamat: Jl. Musyawarah No. 10 RT 04/04 Kampung Sawah, Ciputat, Tangsel Riwayat Pendidikan: S1 - Univeristas Muhammad Ibnu Saud Fakultas Syariah S2 - Institut Ilmu Alqur'an Jakarta, Jurusan Tafsir Hadits S3 - Universitas Negeri Jakarta Program MSDM Riwayat Pekerjaan dan Organisasi: -Dosen di Universitas Sahid Jakarta -Anggota DPR/MPR (2004-2009) -Anggota DPR/MPR (2009-2014) -Anggota DPR/MPR (2014-2019) -Ketua Fraksi PKS (2014-2019) -Ketua Dewan Pemakmuran Masjid Indonesia (1999-2004) -Ketua PB Mathla'ul Anwar Bidang Organisasi dan SDM (2008-2013) -Anggota Majelis Wali Amanah PB Mathla'ul Anwar (2013-2018) -Ketua Bid Ekonomi DPP PKS (2009-2014) Publikasi Buku: 1. Menunaikan Amanah Umat (Pustaka Gading Mas, 2006) 2. Otonomi Sepenuh Hati: Evaluasi Implemenasi Otda di Indonesia (I’tishom, 2007); 3. Memimpin Perubahan di Parlemen(I’tishom, 2009); 4. Revitalisasi Pendidikan Islam (Bening Citra Publishing, 2011); 5. Problematika Sosial dan Solusinya(Kholam Publishing, 2012); 6. Otonomi Sepenuh Hati (Edisi Revisi) (Idea, 2015) 7. Mengawal Reformasi, Mengokohkan Demokrasi (Idea, 2015); 8. Menjadikan Demokrasi Bermakna (Idea, 2015) 9. Ulama dan Pesantren Mewariskan Indonesia Merdeka (Idea, 2017) 10. Dahsyatnya Kekuatan Doa (2017) Karya Penelitian Ilmiah: 1. Tesis Arti Penting Asbab Al-nuzul Terhadap Penafsiran Ayat-ayat Hukum (IIQ, 2007) 2. Disertasi Perubahan dan Pengembangan Organisasi DPR Pasca Perubahan UUD 1945 (UNJ, 2016)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.