Jazulijuwaini.com—Setiap hari Selasa, ruang rapat Fraksi PKS DPR RI, selalu dikunjungi warga maupun perwakilan masyarakat yang hendak melakukan audiensi dengan anggota DPR dari Fraksi PKS.
Anggota maupun Pimpinan Fraksi pun membuka pintu lebar karena Selasa memang dikhidmatkan untuk warga masyarakat sebagai Hari Aspirasi. Selasa (31/5/2016), perwakilan dari Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP PKS melakukan audiensi dengan Pimpinan Fraksi dan anggota Badan Legislasi (Baleg).
Perwakilan yang dipimpin Wirianingsih tersebut diterima oleh Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, anggota Baleg Adang Daradjatun, dan anggota lainnya.
Wirianingsih pada kesempatan itu menyampaikan pandangannya terkait dengan pengajuan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual, yang seperti ‘dipaksakan’ untuk dimajukan dan dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Menurut Wiwik, sapaan akrab Wirianingsih, RUU tersebut diajukan pada momen, yang secara kebetulan atau tidak, dimana berita tentang kekerasan seksual hampir setiap hari menjadi berita utama. Padahal, katanya, meski secara kasat mata konten draf RUU tersebut kelihatannya membela hak-hak kaum perempuan, namun di sisi lain juga terdapat spirit yang mencoba mendekonstruksikan nilai-nilai yang selama ini dianut oleh bangsa seperti budaya masyarakat patriarki dan agama.
Wiwik dan timnya mempresentasikan analisisnya terhadap draf Naskah Akademik (NA) yang diajukan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan sudah diserahkan kepada perwakilan anggota DPR RI beberapa waktu lalu.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menanggapi presentasi dan kunjungan perwakilan BPKK itu dengan menyatakan bahwa Fraksi PKS akan mempelajari dan mencermati perkembangan RUU tersebut. “Fraksi PKS merupakan corong perjuangan partai. Oleh karena itu, jika terdapat suara maupun aspirasi yang perlu ditindaklanjut, maka kami akan menindaklanjutinya bersama dengan komisi maupun alat kelembagaan dewan terkait seperti Baleg,” ujarnya.
Jazuli berharap, kritikan terhadap sebuah RUU harus dibarengi dengan alternatif peraturan perundang-undangan yang lain agar tersedia payung hukum terhadap permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini.
“Saya ingin mensinergikan kerja-kerja fraksi dengan elemen-elemen struktur partai maupun masyarakat memiliki visi dan misi yang sama,” kata Jazuli. Dia melihat persoalan kejahatan seksual sudah sangat serius. Namun, katanya, menyelesaikan persoalan ini tak bisa instan, misalnya seperti ancaman hukuman yang tercantum dalam Perppu Perlindungan Anak yang baru saja diteken Presiden.
“Masalah tersebut harus diatur dalam undang-undang yang lebih komprehensif,” tegas Jazuli. Ia memberikan contoh, ketika orang menginginkan perlindungan hukum di keluarga, tapi seorang bapak dengan teganya memperkosa anaknya sendiri; para pelajar yang ingin mendapatkan perlindungan dan keamanan di sekolahnya, namun ada oknum guru yang memperkosanya; dan anak-anak yang ingin kenyamanan dan perlindungan di lingkungan tempat tinggalnya, ternyata rentan diperkosa oleh teman-teman sejawatnya. Kondisi seperti inilah, katanya, yang dibutuhkan payung hukum yang sifatnya menyeluruh. (Mroji)