Bahrul menjelaskan, dahulu, Kemenag pernah berencana membangun pemondokan di sekitar Masjidil Harram. Harapannya setiap tahun tak perlu lagi mencari pemondokan untuk jamaah Indonesia. Momentum itu didapat seiring rencana pemerintah Kerajaan Saudi memperluas Masjidil Harram dan meremajakan bangunan serta hotel di sekitarnya.
Ternyata, kata Bahrul, rencana itu mendapat teguran dari Pemerintah Kerajaan Saudi. “Kita juga membutuhkan payung hukum untuk menggunakan dana dalam negeri buat investasi di luar,” kata Bahrul. “Sementara Dana Abadi Umat yang terkumpul dari kegiatan haji tak mencukupi untuk membangun sekitar 300-400 pemondokan di Makkah.”
Atas dasar itu, dia memberi lampu hijau kepada sektor swasta di Tanah Air yang berminat atau mampu menembus ijin pembangunan bersama mitra swasta di Saudi. Bahrul menjelaskan, saat ini masalah perizinan menjadi kendala utama di samping kepemilikan modal untuk investasi membangun pemondokan.
“Izinnya hingga saat ini sulit keluar,” katanya. Hal itu terkait dengan bisnis dan keberpihakan kerajaan pada orang lokal Saudi.
Dia memberi contoh, pemerintah berencana membeli rumah untuk kantor Tehnik Urusan Haji (TUH) di Jeddah, tapi tak pernah diizinkan. Sementara masa kontrak kantor yang ada akan berakhir pekan ini.
Sebelumnya, DPR mendorong pemerintah untuk turut membangun apartemen dengan pihak swasta di sekitar Masjidil Haram untuk mengatasi masalah pemondokan di setiap musim haji.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini di Jeddah, Sabtu, mengatakan jarak mungkin tidak menjadi kendala jika pemondokan tersebut dekat dengan monorel atau akses tranportasi lainnya.
Dijelaskannya bahwa mungkin pemerintah sulit bekerja sama dengan Pemerintah Kerajaan Saudi karena satu dan lain hal tetapi kerja sama bisa dijalin dengan swasta (perorangan) yang memiliki lahan di sekitar Masjidil Harram.(Ant/ICH)