Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menyatakan siap dan mendukung penyusunan RUU Anti-Penyimpangan Perilaku Seksual sebagai RUU inisiatif DPR RI. Urgensi RUU ini merespons fenomena propaganda dan dukungan Komunitas LGBT atas perilaku menyimpang di Indonesia, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Hal itu dikatakan Jazuli di sela-sela kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Bahaya LGBT Bagi Tatanan Sosial-Budaya Bangsa Indonesia’ di Ruang Pleno FPKS, Gedung Nusantara I Lt. 3, Kompleks DPR RI Jakarta, Rabu (24/2).
“Baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif harus mencermati fenomena ini dan merumuskan cara terbaik untuk menanganinya baik untuk sisi pencegahan maupun untuk sisi kuratif, rehabilitasi maupun re-integrasi. Perilaku LGBT tentu berpotensi merusak tatanan sosial-budaya bangsa Indonesia yang terkenal sangat religius dan menghormati nilai-nilai keluarga. Untuk itu diperlukan adanya UU yang afirmatif,” tegas Jazuli.
Menurut Jazuli, pembentukan RUU ini sebagai upaya preventif dan bentuk perlindungan afirmatif negara terhadap rakyatnya melalui jalur legislasi.
Lebih lanjut dia memaparkan, estimasi dari Kementerian Kesehatan pada 2012, terdapat 1.095.970 kaum laki-laki berhubungan seksual dengan sesama jenisnya, yang berarti meningkat dari sekitar 800 ribu orang pada tahun 2009. Sementara Kementerian Sosial mencatat jumlah waria di Indonesia pada tahun 2010 sekitar 31 ribu orang.
Beberapa negara saat, legislator asal Banten ini menambahkan, telah memiliki UU Anti-LGBT, seperti Rusia, Turki, Pakistan, Filipina, dan Saudi Arabia.
FGD ini, menurut Jazuli, sebagai ikhtiar Fraksi PKS untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya dari berbagai elemen masyarakat untuk memperkuat isi dari draft legislasi tentang penanganan masalah LGBT. Hal ini juga untuk menunjukkan negara memiliki kerangka hukum yang kuat dan tegas untuk membendung promosi LGBT, baik melalui media sosial, sekolah, maupun di perguruan tinggi.
“Kita menolak propaganda LGBT, tapi kita tolong penderitanya. Kita perlu mengajak mereka untuk memulai hidup baru yang lebih baik, hijrah dan kembali ke fitrahnya. Menjadi laki-laki yang sebenarnya bila dia laki-laki, dan menjadi perempuan yang sebenarnya bila dia perempuan,” jelas anggota komisi hukum DPR RI ini.
Sejumlah pakar hadir dalam FGD ini, antara lain Huzaemah T Yanggo (MUI), Romo YR Edy Purwanto (KWI), Maneger Nasution (Komnas HAM), dan Fahira Idris (Anggota DPD RI dari DKI Jakarta).
Hadir juga sebagai peserta aktif antara lain BEM sejumlah universitas, perhimpunan pemuda agama, dan DPRD Kabupaten/Kota sekitar Jabodetabek.