Jazulijuwaini.com–Jika ada kata yang dapat merangkai hakikat tujuan pendidikan Indonesia secara tepat makna maka kata itu adalah “karakter” dan ‘kemajuan”. Mari kita baca amanat Pasal 31 Ayat (3) dan (5) UUD 1945 yang secara direksional merupakan tujuan pendidikan nasional. Ayat (3) menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa…” Lalu disambung dengan Ayat (5) “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Seimbang Imtak-Iptek
Leterlek membaca amanat UUD tersebut kita bisa langsung menangkap betapa mulianya tujuan pendidikan kita dan betapa dalam penghayatan para pembentuk UUD. Ia tidak semata menonjolkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi an-sich tapi menggabungkan dengan proses pembentukan karakter—dimana secara ekspilisit karakter yang dirujuk adalah karakter sebagai insan beragama: beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Bahkan eksplisit pula ditegaskan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak keluar dari bingkai nilai-nilai agama (dan persatuan bangsa).
Hari pendidikan nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei penting untuk mengingatkan kita akan tujuan pendidikan nasional tersebut, betatapun ia masih jauh dalam praktek pendidikan kita. Tujuan tersebut tidak bisa dilepaskan dari karakter bangsa indonesia yang religius dan berkemajuan. Oleh karena itu pendidikan didesain untuk memadukan penguasaan iman dan takwa (imtak) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Istilah imtak dan iptek sendiri seingat penulis dipopulerkan pada awal 1990-an oleh Profesor B.J. Habibie, Presiden Ketiga kita yang memang sangat konsen terhadap kemajuan pendidikan yang menyeimbangkan antara agama dan iptek.
Jika imtak merupakan karakter yang diharapkan tumbuh dari proses pendidikan sebagai pondasi manusia indonesia agar beradab, berakhlak, dan bermartabat. Sementara iptek penting dikuasai untuk merespon tantangan globalasasi dan kemajuan dunia yang begitu cepat. Negara-negara besar dengan ekonomi maju ditopang oleh masyarakat yang menguasai iptek (knowledge based society) serta ekonomi yang berbasis iptek (knowledge based economy).
Berkenaan dengan hal ini, seorang ekonom kenamaan dunia, Jeffery Sachs (2005), telah lama mengingatkan kita. Dalam bukunya A New Map of the World, Sachs membagi dunia berdasarkan kategori penguasaan sains dan teknologi. Pertama, sekitar 15% penduduk dunia tergolong technologically innovators.Termasuk dalam kelompok ini adalah Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan. Dengan kekuatan sains dan teknologi yang dimiliki, negara-negara yang masuk dalam kelompok ini menjadi penentu tatanan dunia baru atau the shappersdalam istilah Thomas L. Friedman.
Kedua, kurang lebih 50% penduduk dunia tergolong technologically adopters. Negara yang masuk kategori ini pada umumnya adalah negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam tatanan dunia baru, kelompok ini lebih banyak menyesuaikan diri (mengadopsi) dengan kebijakan/keputusan negara-negara innovators.Kategori terakhir (ketiga), sekitar 30% penduduk dunia tergolong dalam technologically excluded, yaitu negara-negara miskin dan terbelakang yang belum tersentuh oleh kemajuan sains dan teknologi maju.Negara-negara ini tidak mampu mengadopsi tekonologi maju, terlilit utang, dan tidak mampu melunasinya.
Perbedaan penguasaan sains dan teknologi tersebut menyebabkan jurang kesenjangan semakin lebar antara negara-negara kaya (the have) dan negara-negara miskin (the have not). Jelas negara maju dengan ekonomi yang terus tumbuh secara eksponensial adalah negara yang kaya inovasi iptek, bukan negara adopter apalagi hanya sebagai konsumer yang tergantung pada teknologi negara lain. Nilai tambah yang dihasilkan iptek menghasilkan lompatan luar biasa income (pendapatan) bagi suatu negara. Maka berlaku adagium jika ingin maju kuasailah iptek.
Desain Sistem Pendidikan
Manusia merupakan subjek sekaligus motor pembangunan sehingga kualitas SDM menentukan hasil pembangunan. Tentu saja untuk memperoleh SDM yang berkualitas pendidikan memiliki peranan penting dalam mempersiapkannya. Pendidikan harus mampu melahirkan generasi yang memiliki kualitas karakter dan kompetensi yang relevan dengan perkembangan zaman, khususnya dalam memasuki persaingan global yang menekankan penguasaan sains dan teknologi mutakhir (modern). Pendidikan di sini secara tegas kita katakan sebagai investasi SDM (human investment).
Pendidikan adalah hasil dari sebuah sistem dimana negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk mendesain satu sistem pendidikan yang berkualitas secara berkesinambungan. Desain yang bisa memberi arah bagi kemajuan bangsa sehingga dapat berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain secara global.
Dari sistem tersebut diharapkan lahir siswa didik yang kuat dalam kepribadian dan karakter, cerdas, bertanggung jawab, mandiri, dan memiliki kompetensi iptek yang unggul. Pun negara dituntut untuk memberdayakan hasil pendidikan unggul tersebut untuk menopang kemajuan bangsa. Dengan demikian tidak boleh ada potensi sumber daya manusia unggul bangsa ini yang tersiakan, keluar negara (brain drain) atau bahkan malah dibajak oleh negara lain karena ketidakmampuan pemerintah dalam memberdayakan mereka.
Tanggung Jawab Bersama
Kita semua sebagai warga bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menciptkan lingkungan pendidikan yang berkarakter dan berkemajuan untuk generasi kita. Jangan merusaknya dengan sikap, perkataan, kebiasaan maupun tontonan yang tidak mendidik yang menyimpangi tujuan pendidikan nasional di atas.Karena itu, dengan tegas kita harus bersikap: “stop!” terhadap seluruh anasir yang merusak pendidikan bangsa mulai dari pornografi, pergaulan bebas, narkoba, kekerasan/radikalisme, kemalasan, budaya liberal tanpa batas dan lain sebagainya.
Sebaliknya mari tumbuhkan budaya taat beragama, budaya baca, inovasi, budaya ilmiah, berintegritas, bertanggung jawab, mandiri, pantang menyerah, dan lain sebagainya. Inilah cara kita memaknai hari pendidikan nasional agar bangsa ini menjadi bangsa besar: berkarakter dan berkemajuan. [Dimuat Koran Sindo edisi Selasa (3/5/2016). Ilustrasi: divapress]