Menurut Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, ada pemahaman yang kurang tepat di dalam memaknai penyalahgunaan kekuasaan. Di dalam UU yang baru, calon kepala daerah yang berasal dari petahana, cukup mengajukan cuti jika ingin mencalonkan diri.
“Potensi penyalahgunaan kekuasaan yang merusak demokrasi selama ini justru ada pada incumbent yang tidak mundur karena mereka sangat mungkin mengerahkan birokrasi, camat, lurah/kepala desa dan itu fakta yang terjadi selama ini,” kata Jazuli dalam pesan singkatnya, Kamis (2/6/2016).
Berbeda dengan petahana, calon kepala daerah yang berasal dari anggota legislatif harus mundur jika ingin bertarung pada kontestasi daerah. Kondisi seperti ini dikhawatirkan justru akan membuat pertarungan menjadi kurang bervariatif.
“Fakta membuktikan, ketika calon incumbent cukup kuat (maju), maka tokoh lokal tidak ada yang berani maju. Akhirnya, dipaksakan maju calon boneka atau ‘calon seadanya’,” kata dia.
Kendati demikian, ia menegaskan, PKS tetap menghormati keputusan yang telah diambil bersama di dalam sidang paripurna hari ini karena mayoritas fraksi telah setuju revisi UU tersebut disahkan menjadi UU. (http://nasional.kompas.com/read/2016/06/02/18405321/pks.anggap.uu.pilkada.yang.baru.disahkan.belum.beri.keadilan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp )