Jazulijuwaini.com—Terhitung sudah setengah tahun lebih keberadaan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X yang merupakan revisi terhadap Daftar Negatif lnvestasi (DNI). Paket ini telah memberikan dampak dan pengaruh yang besar bagi perekonomian nasional. Pemerintah tentu menginginkan melalui paket kebijakan ini mampu mengatasi perlambatan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak bisa dimungkiri, isi paket kebijakan ini adalah untuk rnernberikan kemudahan berinvestasi bagi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. Tapi, di sisi lain, dampak yang ditimbulkan paket kebijakan ini seperti bom waktu yang siap meledak.
Revisi terhadap DNI tersebut telah memberikan kesempatan bagi investor asing guna meningkatkan batas maksimal pengusahaan saham, yaitu dari 35 bidang usaha dibuka penuh 100% untuk asing dari sebelumnya dibatasi maksimal 33-95%. Diantaranya pada bidang usaha cold storage meningkat menjadi 100%, komposisi saham PMA yang semula 49% pada 8 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti sport center, laboratorium pengolahan film, industri crumb rubber), komposisi saham PMA yang semula 51% pada bidang usaha restoran meningkat menjadi 100%, komposisi saham PMA yang semula 85% pada bidang usaha industri bahan baku obat meningkat menjadi 100% komposisi saham PMA yang semula 95% pada 5 bidang usaha (seperti pengusahaan jalan tol, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi/tes laboratorium).
Dengan melihat fasilitas yang ditawarkan tersebut, tentu kita berharap Paket Kebijakan Ekonomi X ini akan mampu membuka peluang sebesar-besarnya bagi para investor, khususnya bagi investorasing, guna menanamkan modalnya di Indonesia. Meningkatnya jumlah investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia diharaplan akan bisa menggairahkan perekonomian nasional yang tengah lesu (stagnan), membuka lapangan pekerjaan baru sehingga mampu menurunkan angka pengangguran dan pada akhirnay mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Bom Waktu bagi Perekonomian Nasional
Di tengah optimisme dan dampak positif yang akan ditimbulkan, di sisi lain paket kebijakan ekonomi jilid 10 ini juga memunculkan kekhawatiran tersendiri. Dalam jangka pendek, mungkin kebijakan ini dapat mengatasi permasalahan ekonomi nasional saat ini yang memerlukan banyak investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tapi dalam jangka panjang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih besar.
Perekonomian nasional akan mengarah pada babak baru liberalisasi ekonommi yang jauh lebih masif dan terstruktur. Kondisi ini tentu akan semakin jauh dari cita-cita kemandirian dan kedaulatan ekonomi nasional, dengan porsi penguasaan ekonomi oleh pengusaha dalam negeri akan semakin kecil, sebaliknya peran asing akan semakin dominan. Padahal pesan Nawacita ketujuh sangat jelas menyatakan “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domistik.”
Dihapusnya 35 bidang usaha dari DNI dikhawatirkan juga akan memberikan dampak terhadap penggunaan tenaga kerja asing di segala bidang dan sektor. Perusahaan multinasional tentu akan lebih memprioritaskan penggunaan tenaga kerja asing. Dalam jangka panjang, kebijakan ini tentu akan menimbulkan gejolak dan guncangan bagi tenaga kerja lokal. Saat ini saja, dari beberapa temuan dan pengaduan masyarakat, derasnya tenaga kerja asing khususnya dari China yang masuk ke beberapa sektor sudah sangat mengkhawatirkan masyarakat sekitar.
Kondisi ini semakin diperparah dengan kebijakan pembebasan visa bagi 90 negara akan ditambah menjadi 169 negara. Kebijakan ini bisa jadi celah masuknya tenaga kerja asing secara ilegal dengan memanfaatkan visa turis. Bisa dibayangkan lima sampai sepuluh tahun ke depan, jika tidak ada regulasi yang mengatur ketat masuknya tenaga kerja asing, tentu akan bisa meninggalkan bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Insentif APBN untuk PMA
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X ini juga meningggalkan catatan tersendiri, khususnya bagi beberapa sektor infrastruktur yang selama ini mendapatkan insentif dari pemerintah. Sebagai contoh, penghapusan DNI ini menjadikan pengusahaan jalan tol bisa dimiliki 100% oleh asing. Dalam pengusahaan jalan tol ini pemerintah memberikan banyak insentif yang semuanya bersumber dari APBN.
Terdapat tiga insentif yang diberikan pemerintah dari sumber APBN. Pertama, pemerintah telah menerapkan instrumen land capping di mana mereka akan menanggung perubahan harga tanah di atas 110% dari nilai yang disepakati dalam perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT). Kedua, pemerintah juga mempermudah investor dengan dana talangan Badan Layanan Umum (BLU) di mana BLU bertujuan untuk menalangi biaya pembebasan tanah oleh pemerintah yang nantinya harus dikembalikan oleh investor sesuai dengan jumlah yang dibayarkan pemerintah. Ketiga, jaminan keuntungan dalam pengusahaan jalan tol agar pengusaha jalan tol menerima tingkat pengembalian investor atau financial rate of return (FIRR) di atas kelayakan proyek jalan tol.
Dengan pemberian insentif yang bersumber dari APBN tersebut, bisa diartikan pemerintah telah memberikan subsidi yang bersumber dari “uang rakyat” kepada PMA yang 100% dimiliki asing.
Kearifan
Perlu ada kearifan dalam melihat kondisi perekonomian nasional saat ini. Founding fathers bangsa ini melalui Pasal 33 ayat (1) (2) (3) UUD 1945, konstitusi tertinggi negara, telah memberikan guideline yang jelas dan terarah terhadap penguasaan aset ekonomi nasional; khususnya pada ayat (2): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap paket kebijakan yang sudah dikeluarkan, tidak hanya melihat dalam jangka pendek, tetapi juga melihat dalam jangka panjang dengan perspektif yang lebih luas agar pembelaan terhadap kebijakan yang dikeluarkan tetap terarah pada pernbelaan terhadap rakyat.
Jangan sampai timbul pertanyaan, quo vadis paket kebijakan investasi nasional? (Artikel ini dimuat di Koran Sindo, edisi Selasa 6 Desember 2016)