Jazulijuwaini.com–Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan fraksinya menginginkan adanya pendekatan yang tepat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pendekatan tepat itu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, moral agama, dan sosiokultural masyarakat Indonesia.
“Saya ingin buat polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi terang benderang,” kata Jazuli dalam diskusi publik membahas polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/2).
Jazuli mengatakan apa yang dikritik masyarakat, termasuk PKS, dari RUU itu bisa dijelaskan secara transparan dan bagaimana upaya rekonstruksinya. Langkah itu, menurut dia, agar darurat kejahatan dan penyimpangan seksual ditangani dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, moral agama, dan sosiokultural masyarakat Indonesia.
“Kami ingin RUU itu makin kuat, jelas, dan tepat sasaran sesuai dengan tujuan melindungi perempuan, anak, dan generasi bangsa umumnya dari setiap bentuk kejahatan dan penyimpangan seksual,” ujarnya.
Sejak awal, kata Jazuli, FPKS menolak RUU tersebut karena adanya kesalahan perspektif dalam melihat akar masalah dan solusi kejahatan dan penyimpangan seksual yang terjadi di tengah masyarakat. Ia menilai RUU tersebut salah perspektif sehingga menghasilkan miskonsepsi pengaturan dan tidak sejalan dengan situasi dan kondisi serta nilai-nilai sosial kultural masyarakat Indonesia yang beragama dan berbudaya luhur.
“Akibatnya, pasal-pasal kekerasan seksual melebar ke mana-mana, sementara persoalan pokok atau akar masalahnya malah tidak diatur,” katanya.
Ia mencontohkan sejumlah miskonsepsi akibat kesalahan perspektif RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seperti penyebutan istilah “hasrat seksual” sebagai bagian yang dilindungi dari ancaman. Sebab, ia mengatakan, istilah ini bisa dimaknai mencakup disorientasi seksual, seperti LGBT, padahal kultur masyarakat menolak LGBT.
Jazuli menjelaskan istilah “ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender” yang merupakan perspektif feminis liberal yang tidak membedakan hubungan di luar perkawinan maupun di dalam perkawinan yang dalam kultur Indonesia sangat sakral. “Demikian halnya pengaturan larangan pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan perkawinan, mengindikasikan pergeseran fokus dari tindak kejahatan seksual,” katanya.
Selain itu, menurut dia, pengaturan pemaksaan aborsi dan pemaksaan pelacuran secara implisit justru bisa dimaknai pelegalan aborsi dan pelacuran sehingga miskonsepsi seperti itu yang tegas ditolak. Atas dasar kajian tersebut, menurut dia, Fraksi PKS mengusulkan perubahan judul RUU menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual yang berprespektif Pancasila khususnya yang berangkat dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa atau nilai moral agama.
“Pengaturannya harus jelas dan tegas, yaitu melarang dan menghukum semua praktik perzinahan, pelacuran, perkosaan, dan perilaku seks menyimpang LGBT yang jelas dilarang agama mana pun di Indonesia,” katanya. https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/19/02/14/pmw30f428-pks-ingin-pendekatan-tepat-dalam-ruu-kekerasan-seksual