Jakarta (Bali Post) -Program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dinilai belum cukup untuk memberdayakan rakyat miskin, dan pemerintah masih berkewajiban meningkatkan program lainnya dengan dukungan anggaran memadai.
“Jika kenaikan harga BBM sudah tidak terelakkan lagi, pemerintah tidak boleh merasa cukup dengan penyaluran BLSM itu,” ujar anggota Badan Anggaran DPR, Jazuli Juwaini, di Jakarta, Selasa (27/3) kemarin. Menurut dia, pemerintah masih punya kewajiban meningkatkan dan menggalakkan program pemberdayaan fakir miskin dengan dukungan anggaran memadai serta manajemen program yang lebih terintegrasi, transparan, akuntabel, tepat sasaran, dan terukur.
Dia menjelaskan bahwa anggaran kemiskinan dalam APBN saat ini baru berupa bantuan sosial sekitar Rp 60 triliun yang tersebar di sekitar 19 kementerian/lembaga. “Sayangnya, anggaran sebesar itu tidak terkoordinasi dengan baik, lemah dalam perencanaan dan implementasi yang dapat dilihat dari serapan anggaran, sehingga tidak berdampak signifikan pada penanggulangan kemiskinan,” ujarnya.
Sementara untuk masalah kenaikan harga BBM, ia mengatakan, seharusnya tidak hanya dilihat dari satu aspek karena yang dikhawatirkan banyak pihak adalah multiplier effect-nya terhadap harga kebutuhan pokok masyarakat, sehingga bisa dipastikan masyarakat kecil yang akan menerima dampak terberat.
“Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan serius pemerintah sebelum mengambil langkah menaikkan harga BBM,” ujarnya. Ia mengakui bahwa beban APBN saat ini sangat berat untuk menanggung seluruh kebutuhan pembangunan, dan pemerintah melihat salah satu opsi untuk menyetabilkan APBN hanya dengan mengurangi subsidi BBM. “Sebagai gantinya, pemerintah berencana mengalihkan sebagian biaya subsidi BBM itu dalam bentuk BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak,” katanya. (kmb)