Jazuli lantas memaparkan proses penganggaran pengadaan Alquran itu. “Kementerian atau lembaga mengajukan lewat komisi dengan menjelaskan RKP (Rencana Kerja Pemerintah)-nya. Semua dijelaskan di RKP-RKP itu. Komisi lalu membahas lewat rapat pleno dengan mitra terkait,” kata Jazuli di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 3 Juli 2012.
Selanjutnya setelah ada keputusan dari Komisi VIII, keputusan itu dibawa ke Badan Anggaran DPR dengan melampirkan surat pengantar dari pimpinan komisi yang menjelaskan bahwa Komisi VIII bersama mitra telah memutuskan hal tersebut.
“Setelah diputuskan di Banggar, kemudian dikembalikan ke komisi. Setelah sampai lagi di komisi, ya ditandatangani,” kata Jazuli.
Politisi PKS itu mengatakan, anggaran pengadaan yang disetujui bukan hanya Alquran. “Disampaikan ke kami yang dicetak bukan hanya Alquran, tapi seluruh kitab suci dari agama yang sah di negara ini,” kata Jazuli.
Ia mengungkapkan, terkait anggaran pengadaan Alquran diputuskan dinaikkan dan hal itu disetujui oleh Komisi VIII DPR yang membidangi agama. Pasalnya, anggaran pengadaan semula tidak sebanding dengan jumlah umat Islam di Indonesia.
“Umat Islam kan jumlahnya 200 jutaan. Mereka katakan selama ini hanya dicetak 60.000 Alquran, maka minta peningkatan. Secara logika penjelasannya masuk akal, maka tidak ada alasan dari pimpinan komisi untuk tidak menyetujuinya. Adapun pelaksanaannya itu semua pada kementerian terkait,” ujar Jazuli.
Anggota Komisi Agama Dijatah?
Secara terpisah, Wakil Ketua Fraksi Demokrat di DPR Benny K Harman mengungkapkan bahwa satu orang anggota Komisi VIII DPR medapat jatah 500 Alquran dari Kementerian Agama.
Oleh karena itu ia meminta KPK memeriksa seluruh anggota Komisi VIII, tak terkecuali dari fraksinya. “Satu unit Alquran katanya seharga Rp 1juta, jadi itu sudah Rp500 juta per orang. Ini harus diusut karena korupsi kasat mata,” kata mantan Ketua Komisi Hukum DPR itu.
Benny menilai ini adalah modus baru korupsi. Ia pun meminta KPK serius menanganinya. (umi)