Jakarta (18/01) — Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan sikap Fraksi PKS yang menolak segala bentuk kejahatan seksual sehingga perlu diberikan pemberatan hukuman.
Kejahatan seksual itu meliputi kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, norma agama, dan adat ketimuran.
“Ketiganya merusak tatanan keluarga bahkan peradaban bangsa. Untuk itu, ketiganya harus diatur secara bersamaan dalam sebuah UU yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan/tindak pidana kejahatan seksual,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan pentingnya pengaturan komprehensif tindak pidana kesusilaan untuk melindungi bukan hanya korban kekerasan seksual tapi juga korban-korban kejahatan seksual lainnya akibat seks bebas dan seks menyimpang.
“Fraksi PKS ingin agar ketiganya diatur dalam UU khusus sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling menguatkan. Tanpa pengaturan komprehensif dimaksud perlindungan terhadap korban menjadi tidak kuat, tidak utuh, atau parsial,” tegas Jazuli.
Faktanya, lanjut Anggota DPR RI Dapil Banten ini, baik kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang semuanya menghasilkan korban dan korbannya adalah anak-anak kita, remaja, perempuan, orang tua dan keluarga Indonesia.
Dan dalam banyak kasus mereka yang terlibat seks bebas dan seks menyimpang kerap mengalami kekerasan seksual berupa pelecehan seksual, eksploitasi seksual, hingga pemaksaan aborsi akibat hubungan di luar nikah, dll sebagaimana data-data pengaduan kekerasan seksual di luar perkawinan (pacaran) yang diterima dan dipaparkan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, Pusat Advokasi PKS, dan lembaga-lembaga advokasi kekerasan seksual lainnya.
“Yang sangat menyedihkan kasus-kasus seks bebas dan seks menyimpang serta kekerasan seksual akibat perilaku tersebut semakin marak dan meningkat grafiknya dari tahun ke tahun,” pungkasnya.
Untuk itu, Fraksi PKS berpendapat jangan pisahkan tindak pidana kekerasan seksual seolah-olah berdiri sendiri. Ia harus diatur komprehensif dengan tindak pidana kesusilaan lainnya (seks bebas dan seks menyimpang) agar pencegahan dan perlindungan terhadap korban bisa berlaku efektif dan maksimal.
“Sayangnya, RUU TPKS/PKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tersebut sehingga bukannya memperkuat upaya penghapusan kekerasan seksual dan perlindungan korban tetapi justru menimbulkan bias tafsir karena seks bebas dan menyimpang tidak dikenai sanksi pidana. Akibatnya upaya penghapusan terhadap segala bentuk kejahatan seksual dipastikan tidak akan efektif,” jelasnya.
“Demikian keprihatinan dan kekhawatiran kami sehingga dengan berat hati Fraksi PKS menolak RUU TPKS/PKS semata-mata agar RUU ini dikonstruksikan kembali untuk menghapuskan segala bentuk kejahatan seksual yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa,” pungkas Jazuli.